welcome to my blog

Selasa, 10 Maret 2015

SYOK KARDIOGENIK



Tugas Kelompok V


SYOK KARDIOGENIK




Nur Saadah Jakaria 14220120027
A.Reni Angreni A 14220120087
   Iis Marlila  14220120030
   Sakinawati Djafar 14220120101
   Sumarda yastuty  14220120024
  Arlita Oktsaribilo 14220120099
  Sri mardiah salong 14220120005
  Fahmi S asabe14220120102
  Sri saputridewi14220120060
  Astriana Bermawi14220130101






Program StudiIlmuKeperawatan
FakultasKesehatanMasyarakat
Universitas Muslim Indonesia
2014


BAB  1
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Syok bukanlah merupakan suatu diagnostik. Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi , tetapi istilah yang umum digunakan adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Curah jantung merupakan fungsi untuk volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Ketika kemampuan jantung menurun memompa darah mengalami kerusakan maka volume sekuncup dan frekuensi jantung menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun, perfusi jaringan akan terganggu. Jaringan dan organ lain juga mengalami penurunan suplai darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan mengalami kerusakan perfusi jaringan.
Keadaan hipoperfusi ini memperburuk penghantaran oksigen dan zat – zat gizi dan pembuangan sisa – sisa metabolit pada tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan mengeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur anareob yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolisme yang progresif menyebabkan syok menjadi berlarut – larut, yang pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multisistem. Syok kardiogenik bersifat progresif dan terus memburuk. Lingkaran setan dari kemunduran yang progresif ini akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani secepatnya selagi dini (Arif hlm : 246).





BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Anatomi Fisiologi Ventrikel kiri


Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemis dan mempertahankan aliran darah kejaringan perifer.
Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan darah meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru (Ethel, 2003: 229).
Fungsi ventrikel sebagai pompa, pengisian ventrikel selama sistole ventrikel, sejumlah besar darah tertimbun dalam artrium karena katup A – V yang tertutup. Oleh karena itu, tepat setelah sistolik berakhir dan tekanan ventrikel turun kembali sampai tekanan diastoliknya yang rendah, tekanan pada atrium yang tinggi dengan segera mendorong katup A – V membuka dan memungkinkan darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, periode pengisian cepat berlangsung kira – kira sepertiga pertama diastolik. Selama sepertiga tengah diastolik dalam keadaan normal hanya sedikit darah yang mengalir ke dalam ventrikel ini adalah darah yang terus masuk ke dalam atrium langsung ke ventrikel.
Selama sepertiga diastole selanjutnya,atrium berkontraksi dan menambah daya mengalir masuknya darah ke dalam ventrikel ini merupakan kira – kira 30 persen pengisian ventrikel selama setiap kali siklus jantung.




B.     Konsep medis
a.       Definisi
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal) (Brunner dan Surddarth hlm : 816).
b.      Etilogi
Banyak faktor yang merupakan penyebab syok kardiogenik, antara lain : kehilangan daya kontraksi pada infrak, penurunan daya kontraksi karena gagal jantung,artimia, perforasi septal ventrikular, penyakit katup jantung tamponade, pneumothroks ventil dan peninggian kontraksi ventrikular afterload pada ventrikel kanan yang disebabkan oleh emboli paru dan hipertensi pulmonal. Akan tetapi, penyebab yang terbanyak adalah infark miokardium (Arif hlm : 246).


c.       Klasifikasi
Syok dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat.
1.      Tahap I, syok terkompensasi (non - progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat menstabilakan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2.      Tahap II, tahap progresif, ditandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3.      Tahap III, refrakter (irreversibel), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dapat dihindari, yang ada akhirnya menuju kematian.
d.      Komplikasi
-          Tamponade jantung
-          Emboli paru
-          Kardiomiopati
-          Distrimia
e.       Patofisilogi
Sekitar 15% kejadian syok kardiogenik merupakan komplikasi dari klien infark miokardium akut, dimana terjadi penurunan curah jantung karena tidak adekuatnya tekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricular filling pressure - LVFD). Ketika sekitar 4% daerah ventrikel mengalami infrak maka terjadi peningkatan kemungkinan terjadinya syok kardiogenik (perry  dan potter,1990).
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang terus – menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu maningkatkan aliran darah secara memadai sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respons kompensatorik seperti perangsangan simpatik.

Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sampai terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung  yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus yang terus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infrak yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium.
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infrak pada miokardium mengakibatkan perubahan metabolisme dan terjadi asidosis metabolik pada miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang berakibat pada penurunan volume sekuncup yang dikeluarkan oleh ventrikel. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curang jantung dan hipontensi arteria. Akibat menurunnya perfusi koroner yang lebih lanjut akan meningkatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat ditelusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus diputus sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah perkembangan menuju tahap irreversibel dimana perkembangan kondisi bertahap akan menuju pada aritmia dan kematian

f.       Manifestasi klinik
Timbulnya syok kardiogenik dalam hubungan dengan infark miokard akut dapat dikategorikan dalam
1.        Timbul tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan miokard masif atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri
2.        Timbul secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang
3.        Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark disertai timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini dapat disertai atau tanpa nyeri dada, tapi sering disertai dengan sesak napas akut.
Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di di daerah substernal, rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa dicekik dan disertai rasa takut
Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya.

Tanda dan gejala yang sering timbul
·         Diaforesis (kulit basah)
·         Pernapasan cepat (takipnea) dan dalam
·         Denyut cepat (kecuali dijumpai blok A-V)
·         Ronki akibat bendungan paru
·         Bunyi jantung lemah, dengan bunyi jantung 3 (S3)
·         Prekordium diskinetik
·         Bising jantung bila syok berasal dari disfungsi valvular (aorta atau mitral)
·         Pulpus paradoksus pada infark miokard atau tamponade jantung.

g.      Penatalaksanaan
Ø  Pada tahap awal syok, suplemen oksigen diberikan melalui kanula nasal pada 3 sampai 5 L/menit.
Ø   Pemantauan gas – gas darah arteri dan oksimetri nadi akan menunjukkan apakah pasien membutuhkan metode pemberian oksigen yang agresif.
Ø  Jika pasien mengalami nyeri dada, morfin sulfat diberikan melalui intravena untuk menghilangkan nyeri.
Ø  Pemantauan hemodinamik akan dilakukan untuk mengkaji secara akurat respons pasien terhadap pengobatan (kalau mungkin memakai kateter swan ganz).
Ø  Terapi obat Berikan dopamin 2- 15 μg/kg/m, norepineprin 2 -20 μg/kg/m atau dobutamin 2,5 – 10 μg/kg/m untuk meninggikan tekanan perfusi arterial dan kontraktilitas. Boleh juga diberikan amrinon intravena (kalau ada)
Ø  Terapi cairan : bolus cairan intravena yang terus ditingkatkan harus diberikan dengan sangat hati –hati dimulai dengan jumlah 50 ml untuk menentukan tekanan pengisian optimal untuk memperbaiki curah jantung.
Ø  Dukungan mekanik : alat bantu mekanik dapat digunakan sebagai cara sementara untuk memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa, intra – aortic ballon counterpulsation (IABC) adalah salah satu cara bantuan sementara memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa.

h.      Pemeriksaan diagnostik
-          Pemantauan enzim dan EKG
Enzim-enzim jantung diukur dengan EKG 12-LEAD yang dilakukan setiap hari untuk mengkaji tingkat kerusakan miokardium
-          Pemantauan hemodinamik
Pemantauan hemodinamik akan dilakukan untuk mengkaji secara akurat respon klien terhadap pengobatan. Jalur arterial akan dipasang untuk pemantauan tekanan darah secara akurat dan kontinu , juga memberikan akses untuk mendapatkan sampel darah yang sering tanpa harus melakukan fungsi vena secara berulang. Kateter arteri pulmonal multi lumen akan dipasang untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan curah jantung lain.


















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Diagnosa  keperawatan

1.      Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas venrikel sekunder dari kerusakan sel-sel miokardium
2.      Nyeri dada yang berhubungan dengan iskemia miokardium sekunder dari ketidakseimbangan peningkatan kebutuhan miokardium.
3.      Tidak efektif perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung.














BAB IV
PENAGANAN GAWAT DARURAT
A.    Prahospital
-          Memindahkan pasien ke tempat aman dan nyaman
-          Atur posisi senyaman mungkin
-          Menjaga Arway, breathing and circulation
-          Menngontrol pendarahan dan syok
-          Imobilisasi penderita
-          Pengeriman ke rumah sakit terdekat
B.     Intrahospital
-          Pemantauan hemodinamika secara ketat
-          Pemberian  terapi obat : inotropik positif seperti dopamine dan dobutamin, diuretik, furosemid (lasix), spironolakton (aldakton), vasodilator, contoh nitrat (isosorbide dinitrat, isodril ), norepinefrin.
-          Berikan cairan intravena, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi hindari cairan garam
C.     Pascahospital  
-            Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
-            Pemberian obat seperti antiangina (nitrogliserin), analgesik, morfin 2- 5 mg intervena dan heparin.







DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan sunddarth.keperawatan Medikal Bedah vol 1 : EGC
Guyton.1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit ed 3. Jakarta : EGC
Muttaqin, arif.2009.Buku Ajaran Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi.Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin,arif.2009. Pengantar  Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Keperawatan Kardiovaskular.Jakarta: Salemba Medika.


Sabtu, 28 Desember 2013

Sterilisasi dan Desinfeksi


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
A.      Sterilisasi
Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobilogi, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang dipakai maupun medianya. Bila penanaman spesimen dalam media, petri, ose maupun media yang digunakan tidak steril, maka sangat tidak mungkin untuk membedakan apakah kuman yang berhasil diisolasi tersebut berasal dari penderita atau merupakan hasil kontaminasi dari alat-alat atau media yang digunakan.
Suatu alat atau bahan dikatakan steril bila alat/bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun sopra. Tindakan untuk membebaskan alat atau media dari jasad renik disebut sterilisasi.
Apabila ada alat-alat kesehatan yang di peruntukan pemakaian dalam keadaan tidak steril, maka produk tersebut tidak memenuhi persyaratan dan dapat sangat membahayakan konsumen, (M. Natsir Djide, 2008). Bahan, alat-alat atau sediaan obat yang digunakan secara parentral, maupun bahan atau sediaan lainnya misalnya obat mata steril, buuk tabur steril, pasta steril, zat radioaktif, maupun alat-alat kedokteran yang dipakai dalam operasi pembedahan, benang jahit operasi, kapas dan lain sebagainya, harus teruji sterilisasinya. Bahkan juga termasuk operasi atau ruang-ruang lainnya di rumah sakit, yang disyaratkan untuk dilakukan pengujian sterilisasi ruangan tersebut.
Dengan kemungkinan terjadinya perkembangbiakan mikroorganisme di dalam sedikaan tersebut, terutama sediaan cair seperti suspense, pasta larutan, emulsi dan dan lain-lain. Hal ini bila ditunjang pula suhu dan factor-faktor lainnya yang dapat menunjang pertumbuhan  dari mikrorganisme tersebut dalam sediaan, (M. Natsir Djide, 2008).
Ada beberapa cara sterilisasi, untuk pemilihannya tergantung dari bahan/alat yang akan disterilkan. Secara garis besar sterilisasi dapat dibagi sebagai berikut :
a. pemanasan
b. filtrasi
c. penyinaran dengan sinar gelombang pendek (radiasi)
d. kimia (khemis)

Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan semua bentuk organisme (Purnawijayanti, 2001).
Sedangkan menurut Fardiaz, sterilisasi yaitu suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak (Fardiaz, 1992).Peranan sterilisasi pada bidang mikrobiologi diantaranya adalah untuk mencegah pencemaran organisme luar, untuk mempertahankan keadaan aseptis, sedangkan pada pembuatan makanan dan obat-obatan, sterilisasi berfungsi untuk menjamin keamananterhadap pencemaran oleh mikroorganisme (Gupte, 1990).Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau didalam suatu benda. ketika melakukan pemindahan biakkan bakteri secara aseptik. Di dalam pengamatan tentang mikrobiologi, sterilisasi merupakan bagian yang sangat penting atau merupakan suatu keharusan, baik pada alat maupun media. Hal ini penting karena jika alat atau media tidak steril, akan sulit menentukan apakah mikroba merupakan akibat dari percobaan yang dilakukan atau merupakan kontaminan.

B.      Desinfeksi
Desinfeksi merupakan pemusnahan mikroorganisme pathogen yang tanpa tindakan khusus untuk mencegah kembalinya mikroorganisme tersebut. Tindakan ini juga untuk membunuh organisme-organisme pathogen ( kecuali spora kuman) yang dilakukan terhadap benda mati. Meskipun sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme , sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. Apaila sterilisasi sudah tidak mungkin di kerjakan, maka desikfeksi tingkat tinggi adalah salah satu alternatifnya untuk situasi tersebut.
Desinfeksi dicapai dengan cara merebus, mengukus atau secara kimiawi. Namun untuk peralatan perebusan seringkali digunakan.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian strerilisasi?
2.      Bagaimana cara mensterilisasikan  alat-alat kesehatan?
3.      Apa yang dimaksud dengan desinfeksi?

1.3  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yaitu:
1.      sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Mikrobiologi sekaligus untuk bahan atau acuan pengetahuan bagi pembaca.
2.      Untuk dapat memahami pengertian dari sterilisasi.
3.      Untuk dapat mengetahui cara-cara mensterilisasikan alat-alat kedokteran ataupun alat-alat kesehatan.
4.      Untuk dapat memahami pengertian desinfeksi.







BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 STERILISASI
A. PENGERTIAN STERILISASI
Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri,virus, mycoplasma) yang terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari asam nukleat, protein atau membrane  mikroorganisme. Agen kimia untuk sterilisasi di sebut steriliant ( pratiwi, 2006).
Sedangkan menurut Fardiaz, sterilisasi yaitu suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak (Fardiaz, 1992).
B.      PERANAN STERILISASI PADA BIDANG MIKROBIOLOGI
Diantaranya adalah untuk mencegah pencemaran organisme luar, untuk mempertahankan keadaan aseptis, sedangkan pada pembuatan makanan dan obat-obatan, sterilisasi berfungsi untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh mikroorganisme (Gupte, 1990). Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau didalam sutu benda. ketika melakukan pemindahan biakkan bakteri secara aseptik.
C.      CARA- CARA STERILISASI
Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam diagnosa mikrobilogi, sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang dipakai maupun medianya. Bila penanaman spesimen dalam media, petri, ose maupun media yang digunakan tidak steril, maka sangat tidak mungkin untuk membedakan apakah kuman yang berhasil diisolasi tersebut berasal dari penderita atau merupakan hasil kontaminasi dari alat-alat atau media yang digunakan.
Suatu alat atau bahan dikatakan steril bila alat/bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun sopra. Tindakan untuk membebaskan alat atau media dari jasad renik disebut sterilisasi. Ada beberapa cara sterilisasi, untuk pemilihannya tergantung dari bahan/alat yang akan disterilkan. Secara garis besar sterilisasi dapat dibagi sebagai berikut :
a. pemanasan
b. filtrasi
c. penyinaran dengan sinar gelombang pendek (radiasi)
d. kimia (khemis)


Sterilisasi dengan Pemanasan
a.      Dengan pemanasan kering
Pembakaran
Alat yang digunakan adalah lampu spiritus/bunsen. Pembakaran dapat dilakukan dengan cara :
- Memijarkan
Pembakaran dengan cara ini hanya cocok untuk alat-alat logam (ose, pinset, dll), yang dibiarkan sampai memijar. Dengan cara ini seluruh mikroorganisme, termasuk spora, dapat dibasmi.
- Menyalakan
Dapat diartikan suatu pelintasan alat gelas (ujung pinset, bibir tabung, mulut erlenmeyer, dll) melalui nyala api. Cara ini merupakan hal darurat dan tidak memberikan jaminan bahwa mikroorganisme yang melekat pada alat dengan pasti terbunuh.
Cara mensterilkan ose :
Ose disterilkan dengan cara dibakar pada nyala api lampu spiritus atau lampu gas. Pada waktu memanaskan ose, dimulai dari pangkal kawat dan setelah terlihat merah berpijar secara pelan-pelan pemansan dilanjutkan ke ujung ose. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terloncatnya kuman akibat pemanasan langsung dan terlalu cepat pada mata ose. Nyala api pada sterilisator mempunyai perbedaan dalam derajat panas.

Dengan udara panas (hot air oven)
Cara ini menggunakan udara yang dipanaskan dan kering, serta berlangsung dalam sterilisator udara panas (oven). Pemanasan dengan udara panas dugunakan untuk sterilisasi alat-alat laboratorium dari gelas misalnya : petri, tabung gelas, botol pipet dll, juga untuk bahan-bahan minyak dan powder misalnya talk. Bahan dari karet, kain, kapas dan kasa tidak dapat ditserilkan dengan cara ini.
Setelah dicuci alat-alat yang akan disterilkan dikeringkan dan dibungkus dengan kertas tahan panas, kemudian dimasukkan dalam oven dan dipanaskan pada temperatur antara 150 - 170ºC, selama kurang lebih 90 – 120 menit. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa di antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang cukup, untuk menjamin agar pergerakan udara tidak terhambat.

b.      Dengan pemanasan basah

Dengan merebus
Digunakan untuk mensterilkan alat-alat seperti gunting, pinset, skalpel, jarum, spuit injeksi dan sebagainya dengan cara direbus dalam suasana mendidih selama 30-60 menit.
Dengan uap air panas
Digunakan terutama untuk mensterilkan media-media yang akan mengalami kerusakan bila dikerjakan dengan sterilisasi uap air panas dengan tekanan (autoklav) ataupun untuk alat-alat tertentu. Cara ini dijalankan dengan pemanasan 100ºC selama 1 jam. Perlu diingat bahwa dengan cara ini spora belum dimatikan, dan ada beberapa media yang tidak tahan pada panas tersebut (misalnya media Loewenstein, Urea Broth). Media tersebut disterilkan dengan cara sterilisasi bertingkat ataupun filtrasi. Alat yang digunakan adalah sterilisator, autoklav, dimana tekanan dalam autoklav dijaga tetap 1 atmosfer (klep pengatur tekanan dalam keadaan terbuka).

Dengan uap air bertekanan (Autoklav)
Dengan cara pengatur tekanan dalam autoklav, maka dapat dicapai panas yang diinginkan. Cara ini dipakai untuk sterilisasi media yang tahan terhadap pemanasan tinggi. Sterilisasi biasanya dijalankan dengan menggunakan panas 120ºC selama 10 – 70 menit tergantung kebutuhan. Hal yang perlu diperhatikan bila mengerjakan sterilisasi dengan menggunakan autoklav :
- harus ditunggu selama bekerja
- hati-hati bila mengurangi tekanan dalam autoklav (perubahann temperatur dan tekanan secara mendadak dapat menyebabkan cairan yang disterilkan meletus dan gelas-gelas dapat pecah).
Pada sterilisasi dengan pemanasan kering, bakteri akan mengalami proses oksidasi putih telur, sedang dengan sterilisasi panas basah, akan mengakibatkan terjadinya koagulasi putih telur bakteri. Dalam keadaan lembab jauh lebih cepat menerima panas daripada keadaan kering sehingga sterilisasi basah lebih cepat dibanding oksidasi).
Pasteurisasi
Digunakan untuk mensterilkan susu dan minuman beralkohol. Panas yang digunakan 61,7ºC selama 30 menit.

Sterilisasi dengan Filtrasi

Sterilisasi dengan cara ini dilakukan dengan mengalirkan cairan atau gas pada saringan berpori kecil sehingga dapat menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Kegunaan:
-          untuk sterilisasi media yang tidak tahan terhadap pemanasan, misalnya Urea Broth ataupun untuk sterilisasi vaksin, serum, enzim, vitamin.
-          Meminimalkan kuman udara masuk untuk ruangan kerja secara aseptis. Virus seperti mikroorganisme tanpa dinding sel (mikroplasma) umumnya tidak dapat ditahan oleh filter.

Sterilisasi dengan Filtrasi

      Dengan menggunakan filter selulosa
      Terjadi sebagian secara mekanik
      Bahan filter berpori dengan ukuran 0.22 um
      Cairan yang mengandung serum,plasma atau tripsin
      Partikel yang ukurannya kecil mudah lewat akan tetapi kadang-kadang juga terperangkap dalam pori atau tertumpuk dengan partikel yang sudah menempel terlebih dahulu.




Sterilisasi radiasi.

Sterilisasi dengan cara ini diperlukan jika sterilisasi panas maupun dinding tidak dapat dilakukan. Beberapa macam radiasi mengakibatkan letal terhadap sel-sel jasad renik dan mikroorganisme lain. Jenis radiasi termasuk bagian dari spkterum elektromagnetik, misalnya : sinar ultraviolet, sinar gamma, sinar x dan juga sinar katoda elektro kecepatan tinggi. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang 15-390 nm. Lampu sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 260 – 270 nm, dimana sinar dengan panjang gelombang sekitar 265 nm mempunyai daya bakterisid yang tinggi. Lampu ultraviolet digunakan untuk mensterilkan ruangan, misalnya di kamar bedah, ruang pengisian obat dalam ampul dan flakon di industri farmasi, juga bisa digunakan diperusahaan makanan untuk mencegah pencemaran permukaan.
Sinar x mempunyai daya penetrasi lebih besar dibanding dengan sinar ultraviolet. Sinar gamma mempunyai daya penetrasi lebih besar dibandingkan dengan sinar x dan digunakan untuk mensterilkan material yang tebal, misalnya bungkusan alat-alat kedokteran atau paket makanan. Sinar katoda biasa dipakai menghapus hama pada suhu kamar terhadap barang-barang yang telah dibungkus.

Ultraviolet
Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 100-400 mm dengan efek optimal pada 254 nm. Sumbernya adalah lampu uap merkuri dengandaya tembus hanya 0,01-0,2 mm. ultraviolet digunakan untuk sterilisasi ruangan pada penggunaan aseptik (Ratna. 1985).

JonMekanisme mengikutitori tumbukan yaitu sinar langsung menghantam pusatkehidupan mikroba (kromosom) atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dahulumembentuk molekul dan mengubahnya menjadi bentuk radikatnya yang menyebabkanterjadinya reaksi sekunder pada bagian molekul DNA mikroba (Ratna. 1985).

Sterilisasi Cara Kimia (Khemis)

Merupakan cara sterilisasi dengan bahan kimia. Beberapa istilah yang perlu difahami:
-          Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dapat membunuh sel-sel vegetatif dan jasad renik. Biasanya digunakan untuk obyek yang tidak hidup, karena akan merusak jaringan. Prosesnya disebut desinfeksi.
-          Antiseptik adalah suatu bahan atau zat yang dapat mencegah, melawan maupun membunuh pertumbuhan dan kegiatan jasat renik. Biasanya digunakan untuk tubuh. Prosesnya disebut antiseptis.
-          Biosidal adalah suatu zat yang aksinya dipakai unhtuk membunuh mikroorganisme, misal : bakterisid, virosid, sporosid.
-          Biostatik adalah zat yang aksinya untuk mencegah/menghambat pertumbuhan organisme, misal : bakteriostatik, fungistatik.

Ada beberapa zat yang bersifat anti mikroba.
1. Fenol dan derivatnya
Zat kimia ini bekerja dengan cara mempresipitasikan protein secara aktif atau merusak selaput sel dengan penurunan tegangan permukaan. Fenol cepat bekerja sebagai desinfektan maupun antiseptik tergantung konsentrasinya. Daya antimikroba fenol akan berkurang pada suasana alkali, suhu rendah, dan adanya sabun.
2. Alkohol
Alkohol beraksi dengan mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan melarutkan lemak sehingga membran sel rusak dan enzim-enzim akan diinaktifkan oleh alkohol. Etil alkohol (etanol) 50-70% mempunyai sifat bakterisid untuk bentuk vegetatif. Metanol daya bakterisidnya kurang dibandingkan etanol, dan beracun terhadap mata.
3. Halogen beserta gugusannya
Halogen beserta gugusannya ini mematikan mikroorganisme dengan cara mengoksidadi protein sehingga merusak membran dan menginaktifkan enzim-enzim. Misalnya :
- Yodium dipakai untuk mendesinfeksi kulit sebelum dilakukan pembedahan
- Hipoklorit digunakan untuk sanitasi alat-alat rumah tangga. Yang umum dipakai adalah kalsium dipoklorit dan sodium hipoklorit.

4. Logam berat dan gugusannya
Logam berat dapat memprestasikan enzim-enzim atau protein esensial lain dalam sel sehingga dapat berfungsi sebagai anti mikroba.
Contoh :
- Merkurokrom, merthiolat sebagai antiseptik.
- Perak nitrat sebagai tetes mata guna mencegah penyakit mata pada bayi (Neonatol gonococcal ophthalmitic).
5. Deterjen
Dengan gugus hipofilik dan hidrofilik, deterjen akan merusak membran sitoplasma.
-          Aldehid
-          Gas sterilisator



BAB 3
PENUTUP
3.1             KESIMPULAN
1.      Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri,virus, mycoplasma) yang terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme.
2.      Ada beberapa cara sterilisasi, untuk pemilihannya tergantung dari bahan/alat yang akan disterilkan. Secara garis besar sterilisasi dapat dibagi sebagai berikut :
a.      Pemanasan yaitu dengan cara di rebus, dengan uap air panas, dengan udara panas dan dengan pembakaran, dll.
b.      filtrasi yaitu : Sterilisasi dengan cara ini dilakukan dengan mengalirkan cairan atau gas pada saringan berpori kecil sehingga dapat menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu
c.       penyinaran dengan sinar gelombang pendek (radiasi)
Sterilisasi dengan cara ini diperlukan jika sterilisasi panas maupun dinding tidak dapat dilakukan. Beberapa macam radiasi mengakibatkan letal terhadap sel-sel jasad renik dan mikroorganisme lain
d.      kimia (khemis) Merupakan cara sterilisasi dengan bahan kimia
e.      Pembekuan
3.      Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen


3.2              SARAN
1.      Sabaiknya alat-alat kesehatan  yang akan digunakan pada pasein itu dalam keadaan steril agar tidak terjadi kontaminasi dengan pasien, sehinngga tidak membahayakan.
2.      Dalam melakukan sterilisasi pada alat-alat kedokteran sebaiknya dilakukan dengan baik dan benar agar sterilnya dapat terjamin kesterilannya.






DAFTAR PUSTAKA
flody,  viorensha,  2011, Sterilisasi , Internet
Dasar Mikrobiologi.
Jakarta: Djambatan, 2005.Fardiaz, S.

Natsir, M., Djide, Sartini, 2008, Analisis Mikrobiologi Farmasi, Cetakan ke 2, Laboratorium  Mikrobiologi Farmasi UNHAS